Joe Lulus SMA

Namanya Joe dia adalah seorang anak kecil sekitaran 4 SD yang memiliki cita-cita untuk menjadi tentara di negara +62. Orang tuanya sangat mendukung keinginan anaknya, "mau jadi apapun kamu, ayah dan ibu selalu mendukungmu nak." Seiring berjalannya waktu, keinginan Joe semakin kuat untuk menjadi seorang tentara hingga saat lulus SMP, cita-cita itu menjadi semakin sulit dijangkau karena saat itu yang Joe inginkan adalah masuk ke dalam sekolah taruna yang dia idam-idamkan. Terkendala biaya yang mahal, Joe menurungkan niatnya dan mencari jalan lain agar bisa masuk ke dalam akademi militer.

Saat kelulusan SMP, Joe senang sekali dengan nilai ujian yang dia dapat cukup tinggi dan berharap bisa masuk SMA favorit di kotanya. Namun setelah melakukan survey maka survey membuktikan bahwa teman-temannya memiliki nilai ujian yang lebih tinggi dibandingkan dirinya. Hal ini membuat Joe termenung sambil makan es dung-dung dengan susu coklat diatasnya dan diselimuti roti di siang hari yang terik, "mau kemana ya?" dalam pikirannya penuh pertanyaan itu. Joe memberanikan diri untuk mendaftar di SMA yang cukup favorit (kalo di kuliah, C aja udah alhamdulillah) dengan tekad yang kuat dan positive vibes di sekelilingnya dia sangat sangat percaya diri.

Sambil menunggu pengumuman Joe kerjaannya cuman main game di rumah temannya, temannya ini bernama Dafa dan adiknya Dafi. Kami memang sudah bermain bersama di rumahnya sejak kelas 2 SMP. Orangtua mereka memang selalu sibuk sehingga di rumah selalu sepi dan untungnya ada Joe yang selalu menemani, saat itu sedang seru-serunya bermain mortal kombat di PS 2. Tidak jarang Joe atau Dafa berantem dengan Dafi karena kalah atau tidak mau gantian bermain. Sampai-sampai ketika Joe sedang bermain dengan Dafa dan Dafi menjadi waiting list, saat itu yang kalah bertarung harus gantian. Dafa yang kalah tidak mau gantian bermain dengan Dafi, dengan segala emosi yang meluap-luap dan rasa dengki yang tidak tertandingi, Dafi ke dapur untuk mengambil pisau dan mulai memainkan lagu lama yang kita nyanyikan. Tidak ada rasa takut antara Joe dan Dafa hinggi akhirnya Dafa dikejar-kejar oleh Dafi dan Joe hanya melihat aksi itu terjadi. Dafi mengejar Dafa hingga keluar rumah dengan mengacungkan pisau yang ada ditangannya, untungnya tidak ada warga yang melihat karena semuanya sibuk dengan gadgetnya masing-masing lupa akan namanya bersosialisasi, menurunkan kepekaan terhadap lingkungan, menurunkan empati (yang ada hanya empati virtual saja), dan mengembangkan bakat nyinyir nya. Setelah perjalanan panjang akhirnya Dafi pulang dengan muka ingusannya, namun ada hal yang aneh yaitu tidak ada bekas darah di pisaunya. Mencoba bertanya pada manusia tak ada jawabnya, mencoba bertanya pada langit luas langit tak mendengar. Akhirnya kami bermain bersama sambil menunggu Dafa pulang.

Pengumuman kelulusan akhirnya tiba juga, ternyata Joe tidak diterima di SMA manapun. Tuntutan orang tua memang mengharuskan Joe untuk masuk SMA negeri karena swasta mahal. Dengan the power of emak-emak, entah apa yang merasuki sekolah itu, Joe bisa diterima sekolah disitu. Memang Ibu adalah sosok yang tangguh dan resisten terhadap faktor eksternal. Setelah Joe disahkan diterima disitu, Joe mengikuti rangkaian masa orientasi siswa alias MOS. Joe merasa bahwa MOS yang dia jalani tidak ada faedahnya dan tidak semengerikan yang bilang orang-orang, jadinya cerita MOS kurang seru. Selama ini Joe belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, pernah sih waktu SD tapi itu emang beneran cinta ya? Gatau sih. Selama SMP tidak ada perasaan suka sih cuman perasaan sange aja. Joe anaknya observatif selalu melirik kanan kiri untuk melihat peluang, karena semakin banyak ulangan yang kita buat maka semakin besar peluang yang kita dapat. Joe membandingkan keadaan di SMP dan SMA yang jauh berbeda terutama kualitas mudi-mudinya. Pergaulan yang terbilang baru karena orangnya aneh-aneh sekali lebih aneh dari orang-orang di SMP. Joe biasa menyebutnya culture shock,dimana joe merasakan budaya asing yang belum pernah dijumpai dan belum terbiasa untuk budaya tersebut. Saat di kelas 1 SMA, Joe akhirnya sadar bahwa menjadi tentara bukan cita-cita yang tepat untuknya, akhirnya dia bercita-cita menjadi seorang ilmuan karena melihat iklan suatu perusahaan migas di televisi. CIta-cita Joe sudah bulat tapi tidak terlalu bulat, ya seperti bola daging lah. Joe naik ke kelas 2 dan mengambil kelas IPA, entah kenapa Joe menjadi senang mempelajari Kimia dan Matematika, bisa dibilang nilainya lebih bagus di kedua mata pelajaran itu. Hal ini membuat Joe lebih percaya diri lagi untuk mewujudkan cita-citanya.

Memasuki kelas 3 Joe berinisiatif untuk mengikuta olimpiade kimia nasional dan itu merupakan pertama kali dalam hidupnya mengikuti olimpiade. Bersama rekannya satu timnya Joe merasa percaya diri, namun ketika sampai di tempat lomba ternyata nyali Joe menciut disitu Joe sangat gugup hingga akhirnya kebelet boker dan sakit perut itu terasa ketika lomba sedang berlangsung dan tidak diperkenankan keluar ruangan. Joe tidak dapat fokus mengerjakan soal, feses itu sungguh ingin meledakkan bokongnya, mungkin karena sambal yang dia makan tadi malam makanya Joe merasakan mules yang luar biasa, karena biasanya organ pembuangan manusia aktif bekerja antara jam 7 sampai jam 9 pagi. Sungguh pengalaman yang menyenangkan buat Joe bisa boker di kampus terkemuka di +62. Jangan tanya hasilnya, semua sudah tau hasilnya akan seperti apa.

Ujian nasional merupakan tahapan selanjutnya untuk menggapai cita citanya agar bisa masuk perguruan tinggi yang dia idamkan. Tapi rasa percaya diri itu hilang padahal akademik Joe baik-baik saja. Ternyata teman-teman Joe banyak yang mengikuti bimbel di luar agar bisa masuk perguruan tinggi yang mereka idamkan. Padahal bimbel itu kan makanan yang biasa kita makan di pagi hari. Joe ingin mengikuti bimbel tapi lagi-lagi Joe tidak mau merepotkan orang tuanya, Joe pasrah akan keadaan dan bersungguh-sungguh menjalani sekolahnya. Saat itu ada yang namanya SNMPTN alias Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, Joe tertarik mencoba dan guru BK Joe sangat mendukungnya dan dibimbingnya dia agar bisa mengikuti SNMPTN. Terimakasih guru BK, ibu guru memang luar biasa. Joe hanya bisa pasrah bila melihat teman-temannya pulang sekolah langsung bimbel jadi tidak bisa bermain dengan teman-teman di halaman belakang. Menjelang pendaftaran SNMPTN Joe mengurungkan niatnya untuk masuk perguruan tinggi terkemuka di kotanya dan memilih untuk masuk perguruan tinggi terkemuka di kota tetangga. Menunggu dengan penuh gelisah galau merana akhirnya pengumuman SNMPTN pun dibuka, karena Joe tidak punya komputer maka dia mencoba membukanya di rumah Dafa, setelah dibuka ternyata Joe lulus dan diterima diperguruan tinggi itu, Joe merasa sangat bahagia dengan pengumuman itu, namun Dafa tidak diterima di perguruan tinggi yang dia idamkan tapi Dafa biasa saja dengan hal itu. Joe mencoba menanyakan kabar temannya apakah ada yang sama sepertinya, ternyata tidak. Dari satu angkatan hanya beberapa saja yang lolos, harus bagaimana ada bahagia ada juga sedih. Mencoba mengabarkan pada orang tua tapi orang tua memberikan reaksi yang biasa saja dengan senyuman klasiknya.

Memang manusia itu tumbuh dan berkembang, otak yang mulai matang untuk memikirkan realita bahwa semua harapan itu bisa hilang bila dihadapkan dengan kenyataan. Semua orang pasti akan jatuh entah kapan, dimana dan bagaimana. Semua orang juga pasti akan bangkit entah kapan, dimana dan bagaimana. Tuhan sudah memberikan kita porsi masing-masing untuk jatuh dan untuk bangkit, tinggal bagaimana cara kita bersyukur dan menikmatinya.

Komentar